Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

Era Influencer, Waktunya Mengubah Image?


[Artikel 85#, kategori blogger] Harus saya akui timeline Twitter tidak seramah dulu. Banyak bloger lama dalam tanda kutip maupun baru sangat berisik. Satu sisi dipandang menarik dan satu lagi dipandang menghilangkan personal branding mereka. Apakah ini waktunya mengubah image atau citra? Atau berusaha mencari cara lain untuk mengikuti perkembangan era?

Begitulah pemikiran saya saat ini menjelang menutup akhir tahun 2017. Istilah influencer yang dianggap mewakili bidang pemasaran sedang seru untuk diikuti. Siapa pun yang berpengaruh di media sosial, tak peduli dari kalangan non artis, sudah dianggap influencer.

Tahun 2018, dunia pemasaran memastikan influencer masuk dalam tren yang akan disukai banyak brand, perusahaan, pemerintah maupun agensi-agensi. Namun tidak sedikit juga, masih mengandalkan diri sendiri dengan sangat percaya diri (punya media sosial yang mumpuni).

Postingan saya di blog dotsemarang yang menterjemahkan tulisan aslinya dari situs rilisnya memberikan 3 kemungkinan tren yang akan terjadi di tahun depan. Influencer yang sedang saya tulis ini akan ditemani 2 tren lainnya yaitu, biaya iklan yang tidak gratis dan konten video yang semakin dipilih untuk menciptakan konten.

Studi menunjukkan bahwa 74% orang melihat ke jaringan mereka di media sosial guna mendapatkan saran mengenai keputusan membeli, dan 40% orang telah membeli sesuatu berdasarkan apa yang mereka lihat dari promosi yang dilakukan influencer di Instagram atau Twitter.

Influencer menjadi rujukan sangat dipercaya dan penting dalam kehidupan, baik maya dan nyata.

Tantangan bloger di era influencer

Bloger dianggap mewakili personality terbaik yang sangat lengkap dalam hal influencer. Mereka memiliki jumlah pengikut yang lumayan di media sosial. Mereka juga mengkreasikan konten lewat video di YouTube. Dan buat saya, bloger ternyata sangat rakus.

Berbeda dengan influencer sebenarnya yang konsen hanya satu bidang, seperti YouTuber, maupun selebgram. Meski memiliki akun lainnya, mereka tetap fokus pada hal tertentu.

Bloger menjelang tutup tahun semakin terasa perbedaannya. Media sosial mereka semakin berisik. Mereka hadir di mana-mana dalam kesempatan event. Dan mereka tetaplah ingin dicap sebagai bloger bukan semacam influencer. 

Karena semua aktivitas di luar blog, dianggap sebagai pekerjaan yang cocok di era sekarang. Saya menyebutnya buzzer. Dan tentu saja itu dibayar dan juga sedikit penghargaan semisal tidak ada kuota gratis tiap bulan.

Kebisingan bloger di era influencer tanpa sadar membuat mereka kehilangan image. Yang biasa ngetweet bisa kurang dari 20 perhari, tiba-tiba melonjak menjadi 100 bahkan lebih per-hari. Tujuannya tentu saja menghasilkan trending topik yang dianggap sebuah nilai keberhasilan dari pekerjaan yang mereka lakukan.

Instagram apa lagi. Jumlah foto yang mereka unggah di luar batas normal saat awal-awal Instagram populer. Instagram berubah menjadi Twitter yang super rame dan cepat.

Bagi saya ini kerugian besar bila bloger harus rajin mengetweet tiap hari, khususnya event atau kampanye sebuah iklan. Saya tidak bermaksud bahwa ini buruk, hanya saja ini menghilangkan image seorang bloger saja.

Mereka menjadi robot. Terlalu berisik dan tidak penting bagi sebagian pengikut yang mengenal mereka. Padahal sasaran kampanyenya haruslah sesuai target. Namun yang terjadi, trending topik menjadi hal yang menutupi kesuksesan kampanye tersebut.

Tahun 2018 akan jadi tahun yang paling berisik, terkait suasana negeri ini menyambut tahun politik. Saya yakin, manisnya kerja sama dan gurihnya jumlah yang didapat akan menutupi integritas yang mereka miliki.

Kita tidak akan lagi disuguhkan tampilan bagaimana seorang bloger berbicara tentang dunia mereka lewat media sosial. Mereka akan berbicara betapa hebatnya acara yang mereka datangi dan kampanye yang menyuguhkan berbagai data. Semua sudah hilang dan sirna.

Jika sudah sampai di titik ini, bukankah sebaiknya bloger lebih baik mengubah image dalam bio mereka sebagai KTP dunia maya. Hari ini bicara wisata, besok teknologi, lusa tentang kuliner dan seterusnya. Di mana sebenarnya diri seorang bloger yang ingin dipercayai? Baca blognya?

Tips yang sebaiknya harus dilakukan seorang bloger 

Saya juga menikmati diri saya sebagai influencer dan tak munafik bahwa itu lebih menarik ketimbang tulisan saya di blog. Hanya saja, saya mengakali semua aktivitas saya.

Akun personal di media sosial memang memberikan jaminan terhadap kampanye yang dilakukan. Lebih dipercaya, memiliki integritas dan dikenal banyak orang. 

Membubui konten yang disebarkan di media sosial dengan pengalaman pribadi menjadi alasan seseorang dianggap berpengalaman. Namun buat pengguna awam yang mengikuti, bagaimana saya meneladani sikap ini yang tiap hari selalu berganti.

Saya sendiri tak punya tips terbaik untuk menghadapi tantangan era influencer saat ini dan tahun depan. Yang saya tahu bahwa memiliki akun dengan kepentingan berbeda itu mutlak dilakukan.

Buat apa akun personal berpengalaman namun isinya sesama yang dikenal. Bila mengejar target trending, maka itu benar. Namun pengikut yang juga berpengalaman akan tahu cara bagaimana mengatasi berisiknya media sosial (dengan fitur mute).

Saran saya hanya membuat akun lain yang digunakan untuk event-event tertentu atau kampanye. Orang akan tahu bahwa akun khusus tersebut dapat diandalkan untuk berbicara konten khusus.

Sedangkan akun personal sendiri, kita bisa fokus terus mengembangkan diri dan menjual diri (personal branding). Seorang bloger, akan lebih sering bicara tentang dunia mereka ketimbang iklan semata. Dan pengikut selalu menghargai dan menghormati apa yang dikatakan.

Sesekali tetap saja boleh menceritakan dirinya yang sedang berada di sebuah acara. Dengan trik sederhana, seorang bloger akan menyampaikan bahwa kampanye lewat media sosial yang ia ikuti bisa dilihat di akun sebelah (milik dirinya yang lain). 

...

Saya terpaksa mengunfollow beberapa akun yang sebenarnya mengatasnamakan bloger di KTP media sosialnya. Padahal, saya selalu memfollow balik ketika jati dirinya seorang bloger yang mirip dengan saya.

Parahnya sudah tidak kenal, tidak ada tegur sapa dan timelinenya seperti robot tanpa konten personalnya, media sosialnya berisik. Mending kenal baik di dunia maya atau nyata yang bisa jadi pertimbangan, ini tidak ada sama sekali.

Saya bukan orang jahat atau selalu ketus dengan hal beginian. Dunia kita sama, dan saya mengerti dunia yang sedang kita ikuti ini.

Ketika saya mengaku bloger, fans Manchester United dan Real Madrid serta pemilik akun dotsemarang, maka dunia itu yang saya ceritakan di timeline dengan porsi lebih banyak. 

Integritas sangat penting dalam menjaga personal branding kita tetap terjaga dengan baik. Dan tahun 2018, pertaruhannya akan semakin besar. Saya harap, saya bisa menjaga integritas saya sendiri juga. Termasuk, kamu.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh

Berkenalan dengan Istilah Cinephile