Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

Mengapa Sulit Menemukan Cinta?


[Artikel 29#, kategori Pria 30 tahun] Harus digarisbawahi dulu bahwa postingan ini dari sudut pandang pria berumur 30 tahun. Kalau bukan, berarti alasannya nanti pasti berbeda. Ya, mengapa sulit? Saya sedang membicarakan diri sendiri yang sebentar lagi memasuki tanggal kadaluwarsa sebagai pria.

Berada di umur sekarang (30)  benar - benar terasa sulit saat sebagian besar para pria sudah berada jalur kesuksesan. Mereka punya pekerjaan yang rutin menggaji perbulan atau dibayar sesuai kemampuan. Mereka punya rumah meski masih tinggal satu halaman dengan ortu. Dan mereka punya kendaraan yang mereka banggakan saat mengajak keluarga kecil jalan-jalan.

Bagaimana dengan sebaliknya? Saya dan mereka yang sepenasib sepenanggungan akan berpikir lebih sulit.

Ini berbeda dengan saat saya berumur 25 tahun ke bawah. Mendekati pasangan sangatlah mudah. Tinggal memberi kesan mendalam atau mengajaknya kencan, maka hati perempuan sudah berada digenggaman.

Mengapa bisa demikian?

Laki-laki muda vs Laki-laki dewasa

Saya bukan berasal dari keluarga penganut agama yang fanatik. Belum memikirkan waktu muda dulu (jaman Sekolah dan awal-awal kuliah) bahwa menikah muda itu jalan yang baik. Yang ada dipesanin keluarga adalah lulus kuliah dan lalu kerja, kemudian nikah deh. 

Paradigma tersebut sudah menjadi pakem atau kitab suci yang menjadi pegangan saya menjalani aktivitas sebagai laki-laki muda. Mungkin kamu juga yang mengalaminya.

Alhasil, mendekati perempuan untuk dijadikan pacar saat itu merupakan tujuan nomor satu, setidaknya menjadi teman berbagi dikala susah dan senang. Dan masa itu tidaklah sesulit seperti sekarang. Menikah, punya keluarga dan lain-lain, jangan harap saya memikirkan jauh ke sana. 

Ini berbeda dengan kondisi sekarang (laki-laki dewasa) saat berharap seperti pria lain yang sudah memiliki pasangan dan anak-anak yang cantik dan tampan. Menikah, merupakan tujuan nomor satu yang saya pikirkan meski saya rasa tidak mudah juga. 

Ketika memikirkan pasangan yang akan menemani saya mau hidup semati bareng, pikiran saya berkecamuk. Ada perempuan yang mau pria yang belum punya penghasilan? Yang belum punya pekerjaan dan yang berkata setia sampai dibibir saja? Ada? 

Saya sendiri juga bingung. Bila menikah itu hanya untuk kami berdua, maka saya pasti bahagia. Namun tidak demikian. Saya harus memikirkan yang lain seperti apakah ortunya setuju dengan saya. Pihak keluarga si perempuan mau menerima saya dan bagaimana masa depannya kelak. Butuh pertimbangan mendalam yang tak sekeda janji-janji manis dan akhirnya cerai bila mengikuti tren pasangan sekarang.

Orang awam pasti langsung nyeletuk dengan kalimat, makanya kerja dong. Usaha, kek. Lulus dulu, kek dan bla-bla. Seperti melihat kemasan produk yang nggak tahu mereknya apa, langsung asal sikat saja. Tapi mereka juga benar, sebenarnya.

..

Bila dipikir lagi, intinya pada tujuan. Tujuan memiliki pasangan di waktu muda hanyalah bersifat ingin dekat, memiliki sebagai pacar, berbagi suka dan duka, dan selalu bersama-sama tanpa ingin ikatan resmi yang disebut pernikahan. Pola pikir masih melihat di depan yang adanya apa, belum di masa depan.

Sedangkan untuk pria seperti saya (hanya sebagian kecil dan punya kesamaan seperti saya), tujuan memiliki pasangan adalah menikah, membina rumah tangga, memiliki keturunan dan melengkapi masa tua. Sudah tidak peduli perempuan secantik apa yang bisa menemani, kalau itu dapat, maka hanya bonus.

Buat yang belum mencapai angka 30 tahun, sebaiknya fokus pada pencapaian sebelum menginjak usia ini. Kalau belum punya apa-apa, dan berada di keluarga yang tidak mendukung secara materi maupun moril, ini sangat berbahaya (positif). Bisa saja kamu kesulitan nantinya.

Pencapaian yang saya maksud adalah selesaikan pendidikanmu, lulus kemudian cari kerja atau membangun lapangan pekerjaan. Bisa wirasasta atau apa pun. Beri target dalam setiap tahun. Kalau soal pendidikan terkendala, sebaiknya jangan berhenti untuk terus belajar. 

Kadang hidup seperti kendaraan. Meski umurnya sama, kualitas pemilik dan orang-orang disekitarnya juga mempengaruhi. Idealis dan kurang merawat, bisa saja kendaraanmu tidak lebih baik dengan kendaraan yang kualitasnya sebenarnya tidak lebih baik dari kamu.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh