Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

Film Indonesia Menjadi Raja di Negeri Sendiri


Sebulan ini, film Indonesia benar-benar luar biasa. Bukan soal jumlah penontonnya yang banyak hingga membuat salah satu film yang dinanti berhasil mendapat jutaan penonton. Tapi soal jam pemutaran yang tidak memberi banyak jatah kepada film blocbuster atau Hollywood yang banyak dinanti. Ini sangat menarik.


Beberapa hari ini, batuk dan pilek menjadi teman di tempat yang saya tinggali. Selain saya, pria berkacamata pun ikut terkena penyakit yang datang kala hujan turun. Kalau dicari awalnya, sepertinya tertular dari perempuan yang ada di rumah. Ini yang membuat menulis kadang jadi terganggu.

Menjadi raja di negeri sendiri, istilah yang selalu saya ingat ketika awal-awal ngebangun Kofindo yang sangat prihatin melihat bioskop Semarang, jumlah penontonnya bisa dihitung. Waktu itu, film Horor sejelek apapun, pasti ramai. Cuma itu saja.

Istilah tersebut juga menjadi penyemangat dan inspirasi buat saya ketika membaca artikel tentang dunia perfilman India / Bollywood. Bagaimana perfilman di sana bisa membuat film sekelas Hollywood harus menunggu masuk meski jadwal tayang sudah dilakukan serentak di seluruh dunia. Itu adalah momen bagaimana saya tertarik dengan film Indonesia.


Berkah Film Ada Apa dengan Cinta 2

Momen kembali hadirnya film AADC 2 yang tayang akhir April 2016, membuat saya lewat Kofindo sangat bangga saat ini. Antrian membludak hingga hari ini meski film baru selalu tayang tiap pekan. Memang dampaknya jadi ribet buat security bioskop yang mengatur, tapi melihat semuanya ini sekarang, tidak dapat digambarkan dengan kata-kata.

Semua memang berawal dari film AADC 2 yang akhirnya rilis setelah ditunggu 14 tahun. Saat bersamaan, Captain America: Civil War’ pun yang sangat dinantikan pun seolah tak bergeming. Dari hari ke hari, filmnya mulai turun untuk jam pemutarannya.

Patokan saya memang hanya bioskop yang ada di Simpang Lima Semarang, entah dengan bioskop yang ada di Paragon Mal yang punya branding memutar film Hollywood. Dipastikan, penonton tentu memilih bioskop Paragon untuk menonton.

Belum reda fenomena Ada Apa Dengan Cinta, film Modus dengan konsep kekinian hadir yang menyasar segmen remaja dan anak muda yang terbiasa bermain media sosial cukup memberi tambahan amunisi membludaknya penonton. Dilanjut film om Indro dan lainnya.

Film My Stupid Boss yang tayang bulan Mei, kembali membawa pengaruh buat film Indonesia dimana saat itu juga ada film Hollywood yakni 'X-Men: Apocalypse' hanya mendapat beberapa jam pemutaran. Film tersebut seolah tak berdaya dengan animo kegilaan Reza Rahardian yang berduet dengan BCL.

Selama mengikuti perkembangan film Indonesia terutama di bioskop Semarang, memang ini berita menggembirakan buat saya dan semua insan perfilman tanah air. Film-film Indonesia lainnya yang tayang juga terkena berkah dari film yang digarap Riri Reza tersebut.

Berencana pensiun 

Ada-ada saja pemikiran saya saat menyaksikan ratusan penonton yang rela mengantri di Semarang. Sepertinya, saya sudah harus pensiun mengamati perfilman Indonesia di sini.

Pekerjaan yang menghabiskan waktu tiap hari kamis, lalu menuliskannya di blog hanya untuk tujuan mempengaruhi minat penonton agar pergi ke bioskop, sedikit berbagi lewat medsos, sepertinya tak perlu dilakukan lagi.

Tujuan saya bersama kofindo sudah tercapai untuk membuat film Indonesia menjadi raja di negerinya sendiri. Kini, biarkan masyarakatnya sendiri yang menentukan apakah masih percaya bahwa raja mereka masih mampu atau kembali pergi seperti jaman batu. Jaman ilustrasi yang menggambarkan penonton yang duduk di bioskop hanya beberapa orang, tak lebih 10 penonton.

...

Saya percaya, semua butuh momen yang tepat untuk mendapatkan sesuatu yang besar. Termasuk hidup yang kita jalani. Ada kalanya kita bertahan pada sesuatu yang tidak dirasa menguntungkan, ada kalanya kita merasa dunia sangat keras dan ada kalanya kita bisa bangga karena bertahan tadi.

Soal pensiun, saya akan lihat bagaimana kedepan. Lagian movie card saya masih ada saldonya. Sayang kalau nggak digunakan. Mungkin beberapa film hingga hari raya masih perlu ditonton.

Selamat buat film Indonesia, terus memberi tontonan yang berkualitas agar penonton juga tetap antusias. Masih ada PR buat kalian terutama genre film yang lama tidak ditayangkan beberapa waktu belakangan, yaitu genre anak-anak dan horor (sundel bolong, pocong, kuntilanak dan yang berbau Indonesia). Ayolah digarap lagi meski ceritanya sama. Ini hanya soal mengemas saja dan tetap pada tujuan, memberi rasa bangga kepada Indonesia.

Salam
Kofindo

Artikel lainnya :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Crowned Clown, Drama Korea Kerajaan yang Bercerita Raja yang Bertukar Karena Wajah Kembar

Half Girlfriend, Film India Tentang Pria yang Jatuh Cinta dan Tidak Mau Menyerah

I Will Never Let You Go, Drama China Kolosal Tentang Putri Pengemis dan Pangeran Bertopeng